'Tuhan
Membusuk' di UIN Surabaya
Oleh:
Hartono Ahmad Jaiz
Spanduk bertuliskan “Tuhan Membusuk” dalam kegiatan Orientasi
mahasiswa Baru (OSMARU) 2014 di UIN Surabaya menjadi berita ramai. Setelah
Dosennya pernah menginjak-injak Al Quran, kini Mahasiswa UIN Sunan Ampel anggap
‘Tuhan Membusuk’.
Pada
kegiatan Orientasi Akademik dan Cinta Almamater (OSCAAR) tahun 2014 ini, Senat
Mahasiswa (SEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat mengangkat sebuah tema, “TUHAN
MEMBUSUK”.
Dari beberapa penelusuran alumni Ushuludin UIN Sunan Ampel,
salah satu alumni menceritakan bahwa memang Ushuludin UIN Sunan Ampel
sebenarnya sudah dari dulu mendoktrin mahasiswanya seperti itu. Ibaratnya
mereka didoktrin membenci ‘agama’, terutama Islam.
“Sejak
saya kuliah pertama kali sekitar tahun 2004. Ketika OSPEK/OSCAAR, kami sudah
dididik untuk gemar mengkritisi agama, terutama Islam. Saya waktu itu sering
mengkritisi kakak senior, karena didoktrin mengkritisi Islam yang lebih terasa
sepertinya mereka membenci Islam.” Ungkap salah satu alumni Ushuluddin UIN
Sunan Ampel yang tak ingin disebutkan namanya.
Bahkan seringkali kakak senior mereka menghambat waktu-waktu
shalat. Dengan diberikan banyak aktivitas, sepertinya agar melupakan waktu
shalat. “Masjid UIN Sunan Ampel itu besar, dan adzannya terdengar keras. Tetapi
waktu ospek, kami malah disibukkan dengan beragam aktivitas. Sepertinya ingin
agar kami melupakan shalat, dan tak jarang kakak senior malah bilang, shalat
itu tidak perlu di masjid cukup di hati saja kita shalatnya,” kata mantan
mahasiwa UIN Sunan Ampel yang berdomisili di Siwalankerto, Surabaya.
Kalau pembuat tulisan di spanduk itu masih menggunakan otak,
maka seharusnya akan sangat malu sekali menulis kalimat itu.
Kenapa?
Karena, Allah menjadikan orang yang sudah mati namun tidak
membusuk saja mampu, bahkan menghidupkan yang telah mati saja mampu, kenapa
penulis spanduk itu sampai berani mengatakan “Tuhan Membusuk”? Bukankah itu
pertanda penulis spanduk itu tidak menggunakan otak?
Ingatlah, orang tua menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi
Islam tentu saja bukan untuk menjadi orang yang sombong luar biasa. Bahkan Umat
Islam pada umumnya juga sama sekali tidak menginginkan perguruan tinggi Islam
se-Indonesia ini jadi ajang pemurtadan luar biasa seperti itu. Apalagi sudah
sejak tahun 2005 telah diingatkan dengan tegas dalam satu buku berjudul Ada
Pemurtadan di IAIN yang maksudnya memperingatkan seluruh perguruan tinggi
Islam di Indonesia.
Tegakah kita membiarkan generasi penerus bangsa ini digarap
besar-besaran oleh para penentang Allah Ta’ala untuk menjadi manusia-manusia
yang kurangajar lagi super sombong?
Tentu
saja tidak tega. Tetapi, apa reaksi dan aksi kita, itu masih dipertanyakan,
karena selama ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa kita tidak tega
generasi bangsa ini dirusak secara besar-besaran itu. Sudah saatnya kita
tunjukkan bukti. Paling kurang, para pelaku itu ditindak tegas dan
disosialisasikan hukumannya, agar tidak lebih rusak lagi, dan tidak berani
mengadakan penodaan agama lagi. Semoga.
Jakarta,
Senin 6 Dzulqa’dah 1435H/ 1 September 2014.
(arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar